Kamis, 05 Agustus 2010

Chinese Hot Pot

Hot pot (Chinese: 火鍋; pinyin: huǒ guō), less commonly Chinese fondue or steamboat, refers to several East Asian varieties of stew, consisting of a simmering metal pot of stock at the center of the dining table. While the hot pot is kept simmering, ingredients are placed into the pot and are cooked at the table. Typical hot pot dishes include thinly sliced meat, leafy vegetables, mushrooms, wontons, egg dumplings, and seafood. The cooked food is usually eaten with a dipping sauce. In many areas, hot pot meals are often eaten in the winter.


History

The Chinese hot pot boasts a history of more than 1000 years. While often called "Mongolian hot pot”, it is unclear if the dish actually originates in Mongolia. Mongol warriors had been known to cook with their helmets, which they used to boil food, but due to the complexity and specialization of the utensils and the method of eating it, hot pot cooking is much better suited to a sedentary culture. A nomadic household will avoid such highly specialized tools, to save volume and weight during migration. Both the preparation method and the required equipment are unknown in the cuisine of Mongolia of today.

Hot pot cooking seems to have spread to northern China during the Tang Dynasty (A.D. 618-906). In time, regional variations developed with different ingredients such as seafood. By the Qing Dynasty, the hot pot became popular throughout most of China. Today in many modern homes, particularly in the big cities, the traditional coal-heated steamboat or hot pot has been replaced by electric, gas or induction cooker versions.

Because hot pot styles change so much from region to region, many different ingredients are used.

Source: www.wikipedia.com

See also: loewy, table 8, chinese food



Rabu, 04 Agustus 2010

Japanese Drinks

Aojiru (青汁?) is a Japanese vegetable drink most commonly made from kale. The drink is also known as green drink or green juice in English, a direct translation of the Japanese meaning. (In modern Japanese, the character ao means "blue", but it is commonly still used in older contexts to refer to green vegetation.)

Aojiru was developed in October 1943 by Dr. Niro Endo (遠藤仁郎, Endō Nirō?), an army doctor who experimented with juices extracted from the discarded leaves of various vegetables in an attempt to supplement his family's meager wartime diet. He credited the cure of his son from pneumonia and of his wife from nephritis to aojiru, and in 1949 concluded that kale was the best ingredient for his juice.

Aojiru was popularized in 1983 by Q'SAI (キューサイ?), who started marketing 100% kale aojiru in powdered form as a dietary supplement, and sales boomed after 2000 when cosmetics giant Fancl started mass retailing of the juice. Today, many Japanese companies manufacture aojiru, usually using kale, young barley or komatsuna leaves as the base of the drink, and the size of the aojiru market was well over $500 million in 2005.

The taste of aojiru is famously unpleasant, so much so that drinking a glass of the liquid is a common punishment on Japanese TV game shows. However, new formulations of aojiru have attempted to minimize the bitter taste of the original.

Source: www.wikipedia.com

See also: restoran, makanan, minuman

Burrito

Burrito adalah salah satu makanan khas Meksiko. Makanan ini terdiri atas tortilla gandum yang diisi dengan berbagai macam daging seperti daging sapi, ayam atau babi. Daging-daging yang sudah dimasak ini biasanya hanya isi satu-satunya, dan kemudian digulung dengan tortilla tadi. Di Amerika Serikat, isi dari burrito lebih bervariasi, seperti nasi, kacang merah, kubis, tomat, saus salsa, guacamole, keju dan sour cream ini menyebabkan ukuran burritonya menjadi lebih besar. Tortilla gandum tadi biasanya dipanggang atau dihangatkan sebentar supaya menjadi lebih empuk dan lebih mudah untuk digulung.

Kata burrito, dalam bahasa Spanyol, berarti "keledai kecil". Nama ini mungkin diberikan karena bentuk ujung tortilla gandum yang telah digulung mirip dengan telinga keledai. Atau mungkin juga burrito mirip dengan kantong-kantong yang biasanya digendong oleh keledai di Amerika Selatan.
Sumber: Wikipedia

Lihat Juga: Restoran Restaurant

Selasa, 03 Agustus 2010

Ice cream in US

United States

In the United States, ice cream made with just cream, sugar, and a flavouring (usually fruit) is sometimes referred to as "Philadelphia style"ice cream. Ice creams made with eggs, usually in the form of frozen custards, are sometimes called "French" ice creams or traditional ice cream.

American federal labeling standards require ice cream to contain a minimum of 10% milk fat (about 7 grams (g) of fat per 1/2 cup [120 mL] serving), 20% total milk solids by weight, to weigh no less than 4.5 pounds per gallon (in order to prevent consumer fraud by replacing ingredients with air), and to contain less than 1.4% egg yolk solids. Federal government regulations pertaining to the process of making ice cream, allowable ingredients, and standards, may be found in Part 135 of Title 21 of the Code of Federal Regulations.

Ice cream is an extremely popular dessert in the United States. Americans consume about 15 quarts (more than 13 liters) of ice cream per person per year — the most in the world. As a foodstuff it is deeply ingrained into the American psyche and has been available in America since its founding in 1776: there are records of Thomas Jefferson serving it as a then-expensive treat to guests at his home in Monticello. In American supermarkets it is not uncommon for ice cream and related products to take up a wall full of freezers.

Although chocolate, vanilla, and strawberry are the traditional favorite flavors of ice cream, and once enjoyed roughly equal popularity, vanilla has grown to be far and away the most popular, most likely because of its use as a topping for fruit based pies and its use as the key ingredient for milkshakes. According to the International Ice Cream Association (1994), supermarket sales of ice cream break down as follows: vanilla, 28%; fruit flavours, 15%; nut flavours, 13.5%; candy mix-in flavours, 12.5%; chocolate, 8%; cake and cookie flavours, 7.5%; Neapolitan, 7%; and coffee/mocha, 3%. Other flavours combine for 5.5%. Sales in ice cream parlors are more variable, as new flavours come and go, but about three times as many people call vanilla their favorite than chocolate, the runner-up.

Source: www.wikipedia.com

See also: cake, Tamani

Pawon Nyonya

MAKAN PLUS NONGKRONG : Menu-menu besutan Pawon Nyonya tak hanya disukai orang tua, para remaja dan anak-anak pun terlihat sering nongkrong sambil menikmati menu-menu eksotis tersebut.

MENGUSUNG menu tradisional,Restoran Pawon Nyonya tak hanya membuat orang dewasa jatuh cinta.

Para anak muda pun betah nongkrong dan menikmati menu di restoran ini. Di tengah serbuan produk-produk makanan dari Barat, menu-menu tradisional seakan tersingkirkan. Kalangan muda pun cenderung lebih menyukai hidangan impor tersebut ketimbang makanan tradisional. Terbukti, restoran cepat saji tidak pernah sepi pengunjung yang rata-rata adalah anak muda. Hal inilah yang mendorong Adriana mengangkat menu tradisional di restorannya. Pemilik restoran Pawon Nyonya yang berlokasi di Margo City,Depok, Jawa Barat, itu berupaya melestarikan makanan khas Indonesia, khususnya kuliner dari Jawa Tengah, yakni Yogyakarta.

Jadilah Pawon Nyonya sebagai tempat yang menyediakan beragam makanan tradisional,termasuk minumannya. Adriana mengisahkan, restoran yang berdiri sejak Oktober tahun lalu ini pada awalnya ingin dinamakan Nyonya Nyonya. ”Sayangnya sudah ada lebih dulu restoran dengan nama itu,alhasil saya beri nama Pawon Nyonya yang artinya dapur nyonya,” tutur wanita yang mempunyai tiga anak ini. Pada saat permulaan beroperasinya restoran tersebut, Adriana melihat kebanyakan pengunjung adalah orang dewasa atau orang tua, sedangkan anak muda belum begitu banyak.

”Mungkin mereka kurang tertarik dengan makanan tradisional,atau lebih suka makanan luar (negeri),”ungkapnya kepada Seputar Indonesia (SI).Namun, seiring berjalannya waktu,kalangan muda malah menjadikan tempat ini sebagai salah satu lokasi favorit di Margo City.Terlebih lagi jika hari Sabtu dan Minggu, restoran ini nyaris tidak terisi bangku kosong. Dari yang awalnya hanya 60 kursi, pihak restoran terpaksa menambah 10 kursi lagi.Pengunjung pun dapat bersantap di luar restoran maupun di dalam.Menu favorit di Pawon Nyonya, di antaranya nasi gudeg. Nasi gudeg ini ada tiga macam, yakni gudeg komplet, gudeg telur,dan gudeg ayam.

Masih dengan olahan nasi, untuk anak-anak, ada nasi goreng pelangi. Dinamakan demikian,lantaran nasi goreng ini sarat potongan wortel dan buncis,serta dilengkapi sayap ayam dan telur. Karena rasanya yang jauh dari pedas, nasi ini cocok untuk anak-anak.Menu lainnya, ada nasi goreng kebab, yakni nasi goreng dengan daging kebab dan salad.Menurut Adriana, resep ini asli buatan dirinya. Selain menu satuan, pengunjung juga dapat menikmati hidangan secara prasmanan.Tinggal pesan nasi putih dan pilih lauk pauk yang diinginkan. Lauknya beragam.

Untuk olahan ayam, ada beberapa menu, seperti bistik ayam, ayam kepanasan, ayam bakar bumbu rujak, ayam goreng cabai hijau, dan sate ayam. Selain ayam, ada pula daging empal. Selain itu ada tempe tahu goreng,kering tempe, telur pindang, udang goreng tepung, sate empal daging, dan sapi lada hitam. Hidangan belum lengkap tanpa sayur,nah Pawon Nyonya memiliki beberapa koleksi sayuran. Sebut saja tumis bunga pepaya, sayuran, seafood,cah kangkung,dan sawi tumis pedas. Hidangan berkuah, ada sop ayam,sop iga sapi,sop buntut goreng, mi panjang umur, dan tongseng ayam atau kambing. Untuk menarik kalangan muda, Pawon Nyonya hadir dengan menu gaul, yaitu mie londo dan mie Pawon Nyonya,termasuk bistik ayam.

Ternyata yang dimaksud mie londo, tidak lain adalah spaghetti bolognaise. Bagi pengunjung yang datang antara hari Senin hingga Jumat dapat menikmati pecel yang diberikan secara cuma-cuma. Mereka dapat mengambil sendiri porsi yang diinginkan di sebuah gerobak yang ditempatkan di depan restoran.Pada hari Sabtu dan Minggu, ada jajanan pasar yang dijual murah meriah dengan kisaran Rp 2.000 -Rp 2.500. Yuniawati, salah seorang pengunjung restoran ini, mengaku baru pertama kali mencicipi makanan besutan restoran tersebut. Dia mencoba nasi gudeg komplet dan nasi goreng kebab.”Gudegnya enggak terlalu manis dan nasi goreng kebab baru saya temui di sini dan kaya rempah.

Kedua rasanya tidak mengecewakan,” kata ibu rumah tangga yang berdomisili di Depok ini. Sementara, sang putri, Sarah, mencoba lontong ayam sayur yang rasanya juga pas dengan selera anak muda.”Porsinya cukup banyak,” imbuhnya. Bagi anak muda,Pawon Nyonya rasanya juga tempat favorit untuk nongkrong. Seperti dikatakan Novelia Diah Miranti yang beberapa waktu lalu makan bersama temantemannya. ”Suasananya enak, tenang. Makanannya memang tradisional, tapi pas dengan selera kami. Bosan dengan makanan Barat, ini lebih kaya masakan rumahan,” ujar wanita berusia 26 tahun ini. SI pun tidak kalah mencoba hidangan yang ditawarkan di sini, di antaranya sop iga pedas, tumis bunga pepaya, dan kupat tahu magelang.

Kebetulan perut tengah keroncongan, sepiring nasi dengan sop iga pedas pun habis dalam waktu tidak lama. Bumbu-bumbu yang dimasukkan dalam sop terasa harmonis di lidah. Ada kapulaga, peka,cengkeh,kayumanis,bijipala, dan jahe. Bumbu-bumbu ini seketika menghangatkan tubuh.Di dalam sop dimasukkan irisan cabai merah besar, asalkan tidak menggigit cabai, rasa sop tidak akan pedas. Tumis bunga pepaya begitu dihidangkan, aroma harumnya langsung menusuk hidung. Sungguh aroma ini yang membuat terbit air liur.Aromanya dari ikan teri tawar kering yang dicampur de-ngan daun jeruk dan daun kemangi.

Daun pepaya muda dan bunga pepaya muda rasanya memang agak pahit. Namun, bila dimakan dengan lauk lain, rasanya tidak akan terlalu pahit.Jadi penasaran dengan restaurant ini bukan? Sumber: Seputar Indonesia

Senin, 02 Agustus 2010

Cafe Kita Seru

A café or coffee shop is an informal restaurant with full-service tables and counters and broad menu offerings over extended periods of the day. In hotels, the coffee shop is a more popular-priced alternative to the formal dining room. Coffee shops often encourage families and provide special menus for children. To establish a family-friendly atmosphere, in many localities they do not serve wine and beer.

Notes

The most common English spelling, café, is the French spelling, and was adopted by English-speaking countries in the late 19th century. As English generally makes little use of diacritical marks, anglicisation includes a tendency to omit them, especially in less pretentious contexts. Thus the spelling cafe has thus become very common in English-language usage throughout the world, especially for the less pretentious, ie "greasy spoon" variety (although orthographic proscriptivists often disapprove of it). The Italian spelling, caffè, is also sometimes used in English. In southern England, especially around London in the 1950s, the French pronunciation was often facetiously altered to /ˈkæf/ and spelt caff.

The English words coffee and café both descend from the continental European translingual word root /kafe/, which appears in many European languages with various naturalized spellings, including Italian (caffè); Portuguese and Spanish (café); French (café); German (Kaffee); Polish (kawa); Ukrainian (кава, 'kava'); and others. European awareness of coffee (the plant, its seeds, the beverage made from the seeds, and the shops that sell the beverage) came through Europeans' contact with Turkey, and the Europeans borrowed both the beverage and the word root from the Turks, who got them from the Arabs. The Arabic name qahwa (قهوة) was transformed into kaweh (strength, vigor) in the Ottoman Empire, and it spread from there to Europe, probably first through the Mediterranean languages (Italian, Spanish, French, Catalan, etc.) and thence to German, English, and others, though there is another well-based theory that it first spread to Europe through Poland and Ukraine, through their contacts with the Ottoman Empire.

Source: www.wikipedia.com

See also: ice cream, sate

Jangajji

Jangajji atau janggwa adalah jenis makanan fermentasi khas Korea yang terbuat dari berbagai jenis sayuran dengan menggunakan pasta kacang kedelai (doenjang), kecap (ganjang), dan pasta cabai (gochujang).Dengan membuat jangajji, sayur-sayuran yang difermentasikan akan memiliki rasa yang sama dengan sebelum difermentasi.Berbagai jenis sayuran digunakan untuk membuat acar ini kecuali sayuran yang memiliki banyak kadar air dan sedikit selulosa.Bumbu-bumbu yang digunakan untuk memberi rasa jangajji antara lain bawang putih, daun wijen, ketimun, lobak, cabai hijau, serta akar-akaran.Di masa lalu, saat masyarakat Korea masih kesulitan mendapatkan sayur pada musim dingin karena tidak ada tanaman pangan yang tumbuh maka mereka akan menyimpan hasil sayuran panen dengan memfermentasikannya menjadi jangajji supaya nutrisi dan rasanya tidak hilang.Pada saat itu adalah kewajiban istri untuk membuat jangajji demi terpenuhinya makanan di musim dingin.Jangajji dimakan bersama nasi dan kandungan nutrisinya cukup yakni selulosa, mineral dan vitamin.Pada saat ini, jangajji sudah jarang dikonsumsi karena semakin banyak sayur-sayuran yang tersedia sepanjang tahun dan memfermentasikan sayuran untuk kebutuhan musim dingin dirasa tak lagi penting di banyak tempat.
Sumber: Wikipedia

Lihat Juga: Restaurant Restoran