Tampilkan postingan dengan label tamani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tamani. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Agustus 2010

Candy Expo

Candy. Dengar kata ini malah ingat film kartun Candy-candy dengan tokoh ceria meskipun nasibnya tak jauh dari cerita sedih. Samakah candy sebagai tokoh cerita dan candy yang bisa diemut? Tentu saja jauh berbeda, meskipun rasanya sama-sama manis untuk disimak. Jenis permen beragam, mulai dari ragam rasa, bentuk dan bahan pembuatnya. Siapa yang tidak tahu apa itu permen? Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa semua mengenal permen. Bisa dikatakan, semua orang tumbuh bersama permen. Kerapkali permen menjadi reward untuk sebuah prestasi gemilang anak-anak. Serta penghilang stres atau rasa mual bagi orang dewasa. Sadar akan pentingnya benda kecil manis ini dalam kehidupan, diadakanlah Candy Expo. (Ratih)


Candy Expo pada tanggal 7- 17 Agustus 2010 di depan Mitra 10 Gading Serpong searah ke Universitas Multimedia Nusantara, di sebelah pasar Modern Paramount Serpong dari pukul 09.00- 21.00 WIB ini akan menghadirkan beragam tampilan permen menarik serta games-games seru untuk diikuti.


Pameran pertama di Indonesia produk candy, chocolate, ice cream, cake, bakery,snack, donuts.

Pameran akan diikuti lebih dari 200 stand dan tiket hanya disediakan untuk 100.000 pengunjung. Harga tiket Rp 25.000,- bisa didapatkan di seluruh Toko Buku Gramedia sejabodetabek dan di pasar modern paramount. Harga tiket khusus mahasiswa dan pelajar hanya Rp 10.000,- dan hanya bisa dibeli di lokasi pameran.

Perusahaan yang terdaftar : School of Chocolate (TULIP), Silverqueen, Yupi Jelly, Mayora, Walls, Campina, Du Fountain Choco, Chocololy.

Di pameran akan dihadirkan air terjun coklat setinggi 6 meter, taman yang terbuat dari jelly dan lolipop, serta miniatur coklat batang, yang akan dimasukkan ke rekor MURI. Banyak games yang akan diselenggarakan seperti mandi permen, all u can eat coklat, sumpit permen, mengemut lolipop tercepat, dan lainnya.

So, don't miss it! (Sumber: www.goorme.com)

See also: tamani, marzano

Senin, 09 Agustus 2010

Sidewalk cafe

A sidewalk cafe (sometimes called a pavement cafe, or patio) is an outdoor part of a coffeehouse or cafe. This is an area where customers go to relax, dine, and socialize. Other activities at a sidewalk cafe might include studying, reading, or using, if it is available, the cafe's internet access.

Sidewalk cafe ambiance

Many people who frequent sidewalk cafes, do so for the comfortable and quaint atmosphere. Typically in a sidewalk cafe there are tables and chairs [and sometimes benches] for dining and relaxing. Sometimes they are permanently outside, however they are often taken inside on closing time, or earlier if it gets colder. Usually there are parasols depending on the style and decor of any particular sidewalk cafe and there may be a low fence around it for protection against wind and/or for the purpose of decoration.

Fast food restaurants such as McDonald's also often have an outdoor dining area, thus making them sidewalk cafes.

Popular sidewalk cafe activities

Cafes where food is the main attraction usually are for dining, entertainment, and meetings, both business and casual. A cafe where coffee is the main attraction is usually for socializing, internet, reading, studying, entertainment, and dining. There are several types of cafes and venues as well as types of people that frequent these places for different activities.

Depending on the country and on permits alcohol may or may not be served. In some places local laws allow drinking alcohol in a sidewalk cafe but not on a public bench etc.

A sidewalk cafe's surrounding area

Typically a cafe or restaurant needs a permit from the municipality to have an outdoor part. This will not be granted if due to lack of space there is too much inconvenience for passers-by. The municipality may restrict the opening hours for the outdoor part.

Source: www.wikipedia.com

See also: restoran, tamani



Selasa, 03 Agustus 2010

Ice cream in US

United States

In the United States, ice cream made with just cream, sugar, and a flavouring (usually fruit) is sometimes referred to as "Philadelphia style"ice cream. Ice creams made with eggs, usually in the form of frozen custards, are sometimes called "French" ice creams or traditional ice cream.

American federal labeling standards require ice cream to contain a minimum of 10% milk fat (about 7 grams (g) of fat per 1/2 cup [120 mL] serving), 20% total milk solids by weight, to weigh no less than 4.5 pounds per gallon (in order to prevent consumer fraud by replacing ingredients with air), and to contain less than 1.4% egg yolk solids. Federal government regulations pertaining to the process of making ice cream, allowable ingredients, and standards, may be found in Part 135 of Title 21 of the Code of Federal Regulations.

Ice cream is an extremely popular dessert in the United States. Americans consume about 15 quarts (more than 13 liters) of ice cream per person per year — the most in the world. As a foodstuff it is deeply ingrained into the American psyche and has been available in America since its founding in 1776: there are records of Thomas Jefferson serving it as a then-expensive treat to guests at his home in Monticello. In American supermarkets it is not uncommon for ice cream and related products to take up a wall full of freezers.

Although chocolate, vanilla, and strawberry are the traditional favorite flavors of ice cream, and once enjoyed roughly equal popularity, vanilla has grown to be far and away the most popular, most likely because of its use as a topping for fruit based pies and its use as the key ingredient for milkshakes. According to the International Ice Cream Association (1994), supermarket sales of ice cream break down as follows: vanilla, 28%; fruit flavours, 15%; nut flavours, 13.5%; candy mix-in flavours, 12.5%; chocolate, 8%; cake and cookie flavours, 7.5%; Neapolitan, 7%; and coffee/mocha, 3%. Other flavours combine for 5.5%. Sales in ice cream parlors are more variable, as new flavours come and go, but about three times as many people call vanilla their favorite than chocolate, the runner-up.

Source: www.wikipedia.com

See also: cake, Tamani

Senin, 26 Juli 2010

Kopi Masa Lalu dan Masa Kini

Kopi membangkitkan semangat di pagi hari dan menghangatkan perbincangan di malam hari. Pada beberapa budaya, kopi bahkan menjadi salah satu properti ritual keagamaan. Kini, kopi adalah komoditi yang paling sering diperdagangkan nomer dua setelah minyak. Sekitar $80 milyar dikeluarkan untuk komoditi ini setiap tahunnya, dan lebih dari 20 juta orang bertumpu hidupnya pada kopi. Dapat diperkirakan, kopi bermula di sebuah pegunungan hutan tropis (sekarang Ethiopia) pada abad 10 sesudah masehi. Berdasarkan legenda, kopi ditemukan oleh penggembala kambing bernama Kaldi. Suatu hari, kambingnya tidak mendengarkan panggilannya. Kambing Kaldi menyusup diantara semak dan menari-nari. Keheranan, Kaldi mencoba kunyah dedaunan yang dimakan kambingnya. Tak lama kemudian dia pun menari-nari. Legenda yang cukup unik, bukan?

Awalnya, pencinta kopi tidak meminum kopi seperti yang kita kenal sekarang namun mereka harus mengunyah daunnya terlebih dahulu dicampur buah beri. Lalu diseduh dengan air panas. Campuran daun kopi dan buah beri dibiarkan mengendap. Lalu campuran ini di-mix dengan lemak binatang sebagai makanan kecil atau dibuat semacam anggur bila buah berinya telah terfermentasi. Kemudian, cara bakar dan tumbuk biji kopi hingga bubuk seperti kita kenal sekarang dimulai pada abad 13 dan 16. Seiring dengan waktu, para pedagang dan penjual beli budak belian membawa kopi melalui Ethiopia ke arah timur Laut Merah (sekarang Yaman) pada abad 15. Daerah tersebut kemudian menjadi tempat dibudidayakannya kopi. Kota pelabuhan al-Makkha atau Mocha menjadi sebutan salah satu biji yang kita kenal sekarang. Qahwah, bahasa Arab untuk anggur dipercaya berhubungan dengan kata kopi. Sebab, awalnya kopi dibawa serta para sufi yang mengembara dalam perjalanan spiritual mereka. Tak lama kemudian, kopi menjadi minuman sekuler yang tersedia di rumah maupun tempat umum, menjadi tren masa kini. (Alih Bahasa Oleh: Ratih)

Sumber:
Barbas. Kerren. 2006. The Little Black Book of Coffee. New York: Peter Pauper Press, Inc.


See also: Tamani, Marzano

Senin, 19 Juli 2010

Kentang: Makanan Pokok di Eropa

Kentang dikenal sebagai bahan makanan pokok masyarakat Eropa. Dibalik ketenaran kentang ternyata dapat digunakan sebagai terapi gangguan saluran cerna yang sering diderita banyak manusia di dunia. Beberapa penelitian pendahuluan telah menunjukkan hal tersebut.

Sistem pengobatan naturopati memperkenalkan jus kentang sebagai terapi untuk mengatasi gangguan pencernaan, termasuk asam lambung. Kentang mengandung banyak vitamin dan nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Studi yang dilakukan terhadap 10 orang penderita gangguaan pencernaan kronis membuktikan hal itu. Delapan orang menyatakan kondisinya membaik setelah mengonsumsi segelas jus kentang sehari selama satu pekan.

Penelitian serupa dilakukan empat universitas di Jerman dan Australia. Mayoritas penderita gangguan pencernaan sembuh setelah melakukan terapi jus kentang selama 12 pekan. Mereka mengonsumsi 100 mililiter jus kentang setengah jam menjelang sarapan dan sebelum tidur malam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayur dengan nama latin potato solanum tuberosum itu mengandung zat alkaloid yang berfungsi sebagai penetral asam. Dalam penelitian lanjutan, kentang juga bermanfaat untuk mencegah penyakit ginjal, jantung dan penyebaran sel kanker.

Konsumsilah jus kentang dalam takaran yang wajar agar memperoleh manfaatnya. Hindari mengolah daging kentang yang masih muda atau berwarna kehijauan, karena mengandung racun solanin yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan diare. Hindari juga memasukkan tunas-tunas kentang yang menempel ke dalam olahan jus.

Sumber: http://bit.ly/bPWPid


Lihat juga: Tamani, Marzano

Rabu, 14 Juli 2010

History of Mexican Foods

When conquistadores arrived in the Aztec capital Tenochtitlan (now Mexico City), they found that the people's diet consisted largely of corn-based dishes with chiles and herbs, usually complemented with beans and tomatoes or nopales. The diet of the indigenous peoples of Pre-Columbian Mexico also included chocolate, vanilla, tomatillos, avocado, guava, papaya, sapote, mamey, pineapple, soursop, jicama, squash, sweet potato, peanuts, achiote, huitlacoche, turkey and fish. In the 1520s, while Spanish conquistadors were invading Mexico, they introduced a variety of animals, including cattle, chickens, goats, sheep, and pigs. Rice, wheat, and barley were also introduced as were olive oil, wine, almonds, parsley, and many spices. The imported Spanish cuisine was eventually incorporated into the indigenous cuisine.

Source: www.wikipedia.com

See also: Pizza Hut, Tamani, Marzano


Senin, 12 Juli 2010

Mexican Cuisine

The staples of Mexican cuisine are typically corn and beans. Corn, traditionally Mexico's staple grain, is eaten fresh, on the cob, and as a component of a number of dishes. Most corn, however, is used to make masa, a dough for tamales, tortillas, gorditas, and many other corn-based foods. Squash and peppers also play important roles in Mexican cuisine.

The most important and frequently used spices in Mexican cuisine are chili powder, cumin, oregano, cilantro, epazote, cinnamon, and cocoa. Chipotle, a smoke-dried jalapeƱo chili, is also common in Mexican cuisine. Many Mexican dishes also contain garlic and onions.

Next to corn, rice is the most common grain in Mexican cuisine. According to food writer Karen Hursh Graber, the initial introduction of rice to Spain from North Africa in the 4th Century led to the Spanish introduction of rice into Mexico at the port of Veracruz in the 1520s. This, Graber says, created one of the earliest instances of the world's greatest fusion cuisines.

Source: www.wikipedia.com

See also: Pizza Hut, Tamani, Marzano



Minggu, 11 Juli 2010

Makanan Favoritmu, Lingkunganmu

By: Ratih

Ciri dari identitas seseorang menurut para ahli, salah satunya dilihat dari makanan favorit. Sebab makanan yang kita suka berasal dari lingkungan tempat kita hidup dan bergaul. Benarkah? Kita telisik dari apa yang terjadi di masa lalu baru kemudian kita lihat diri kita sekarang. Sejarah dari rasa berkaitan dengan bagaimana para petani di masa lalu. Cara bagaimana mereka mengatasi tidak pastinya panen, persediaan makanan dan tak menentunya harga-harga. Dari satu tempat ke tempat lain, makanan bervariasi dalam bahan pembuatnya dan cara penyajiannya. Makanan merefleksikan lingkungan tempat sebuah masyarakat hidup, meski tak selalu ditentukan olehnya. Masyarakat yang hidup dekat laut cenderung mengkonsumsi ikan daripada mereka yang hidup dekat pegunungan. Pengecualian untuk Pulau Sicily yang masyarakatnya tidak suka mengkonsumsi ikan, dan Inggris di masa lalu begitu menghindari ikan kecuali hanya beberapa spesies saja dengan metode penyajian tertentu. Kondisi lingkungan merupakan satu tantangan tersendiri untuk menciptakan satu jenis makanan baru misalnya di daerah bersalju (Freedman. 2007).


Pandangan masyarakat mengenai makanan dan lingkungan tempat mereka hidup sehari-hari menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan lewati waktu serta benua. Kentang dan kacang dari dunia ketiga diperkenalkan ke Eropa dan Cina melewati berbagai rintangan; kuliner khas Islam ternyata menjadi model bagi makanan Eropa di abad pertengahan. Hubungan antar negara diawali dengan pertukaran jenis makanan, baik bahan makanan ataupun cara penyajiannya. Selain itu, di Portugal makanan terkait dengan filosofi hidup: “Men are not measurable by their size.” So, makanan pun tak dilihat dari besarnya porsi tapi dinikmati dari kuatnya rasa dengan aroma khas demi menyimpan kenangan. Makanan favorit disana: sup sayuran dengan daging. Tak heran, mereka begitu semangat mencari bumbu-bumbu khas keluar dari negerinya. Demi “menyimpan kenangan.” (Wilkins. 1996).


Bagaimana denganmu? Apakah rela berjuang keluar dari zona nyamanmu sehari-hari demi semangkuk sup? Kalau makanan yang kamu cari itu memang enak, worthed untuk diburu. Chinese food kamu bisa hunting di Loewy dan Table 8, sedangkan makanan Eropa di Pizza Hut, Tamani dan Marzano. Keluar dari lingkungan sendiri berarti mengenal “dunia lain,” meski tak usah pergi terlalu jauh dari Jakarta. Lingkungan restoran tentu menawarkan suasana yang berbeda dengan rumah. Suasana yang tak biasa kadang membuat kita ingin datang lagi untuk melepas jenuh dengan rutinitas.


Daftar Pustaka:


Freedman, Paul (Editor). 2007. Food: the History of Taste. California: University of California Press

Wilkins, John. 1996. Food In European Literature. Exeter: Intellect Books.


Jumat, 09 Juli 2010

Tema Makanan dalam Sastra

By: Ratih

Siapa kira ternyata makanan pun bisa menjadi topik dalam sebuah puisi. Di Eropa, tema makanan merupakan bagian dari sejarah sastra yang tidak bisa dipungkiri turut membangun ciri peradaban masyarakatnya. Seperti juga di Indonesia, puisi merupakan gambaran dari keprihatinan penyair yang secara ajaib menerima “wahyu.” Tak semua orang mampu menjadi penyair. Sebab penyair bukanlah seseorang yang dibentuk secara matematis. Penyair memiliki kepekaan yang luar biasa tanpa perhitungan akal. Kadang bukan hanya gambaran masyarakat masa kini yang mampu dirangkum oleh seorang penyair, melainkan ramalan masa depan pun mampu dikemas dengan apik ciamik meski huruf alfabet hanya ada 26.


Di Indonesia kita punya Chairil Anwar yang mendobrak norma dengan puisi “Aku.” Kehidupannya yang tak terikat soal hubungan asmara dan kerja menjadi awal kehidupan orang masa kini yang tak percaya pernikahan yang tak mau kerja sebagai buruh. Kebebasan Chairil merupakan merdeka dengan prinsip relijius, diam-diam ia mencari makna hidup. Memang bukan agama yang ia pegang teguh, melainkan prinsipnya sendiri yang tak seolah tak mau ambil pusing. Jalan hidupnya memang menarik, sebagai anak tunggal ia dimanja sekaligus dikecewakan karena keluarganya terpecah belah. Puisi pertamanya ditulis karena neneknya meninggal, sejak itu dia tersentak dengan kenyataan bahwa hidup pasti akan berakhir dengan kematian. Puisi dari Chairil Anwar berikut berhubungan dengan “dapur”:


PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954


Lalu, era berganti dan Sitok Srengenge sang penyair mengejutkan dunia sastra Indonesia dengan puisinya yang suram, lugas, sederhana dan bermakna dalam. Ia memperoleh beberapa penghargaan di luar negeri karena puisi-puisinya yang tak biasa. Salah satu buku kumpulan puisi favoritku adalah “Haram Jadah.” Puisi-puisi Sitok Srengenge dibukukan dengan ilustrasi gambar Agus Suwage. Nampaknya tak mudah memahami sekali baca puisi-puisi sekelas Sitok Srengenge. Diksi yang hadir tak biasa didengar di telinga awam, namun pada saat bersamaan memberi pengertian yang pas untuk keseluruhan puisi. Novelnya yang terbaru berjudul “Menggarami Burung Terbang” diawali dengan: Tidur, Cintaku, tidurlah tenang. Nuansa ini hampir sama dengan nuansa kematian yang gelap, meski sesaat.


Di Eropa, para penyair masa kini menulis puisi dari bahasa Latin disesuaikan dengan kehidupan modern. Misalnya saja “The Physics of Taste” diambil dari Book IV oleh Lucretius “On the Nature of the Universe”. Ditulis pada tahun 50 SM, puisi Lucretius merupakan sebuah puisi filsafat dari Epicurus. Pada masa kini, tulisan filsafat terdapat dalam prosa. “Nice Food” diambil dari “On Things that are Good to Eat” oleh Ennius (terlahir pada 239 SM). Seperti juga Lucretius, Ennius mempersembahkan versi Roma dari tradisi Yunani (Wilkins. 1996).


Akhirnya, perlu disadari bahwa makanan bukan sekedar sebuah kewajiban demi hidup. Makanan mewakili esensi dari sebuah sistem yang kompleks. Kerumitan ini dimaknai secara mendalam oleh para penyair sehingga tiba pada kita arti fenomena-fenomena hidup menuju kematian. Tak mudah menjadikan dapur sebagai pusat ide, bila tak cukup aware menghubungkannya dengan berita sosial di luar sana. Berita yang perlu disaring kebenarannya. Perlu dikritisi dan disusun alur sejarahnya. Soal perut, bukan dosa lagi bila dengan perut otak dan hatimu berjalan seiring. Tertarik menulis puisi dengan tema makanan atau mau langsung saja santap makanan khas Eropa? Di Pizza Hut, Tamani atau Marzano? It's up to you.


Daftar Pustaka:

Wilkins, John. 1996. Food In European Literature. Exeter: Intellect Books.